MAKALAH FIQIH
TENTANG
SYARI’AT ISLAM
OLEH :
1. SUCI RULINA PUTRI
KELAS X D
MAN SEBUKAR
KABUPATEN KERINCI
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmad dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan judul “syari’at islam”.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan baik materi, penganalisaan,
dan pembahasan. Semua hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan
pengalaman. Akan tetapi berkat bantuan dari semua pihak yang terkait, laporan
ini akhirnya dapat selesai.
Penulis mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak terutama yang bersifat membangun, guna terciptanya
kesempurnaan laporan ini dan selanjutnya. Akhir kata penulis ucapkan terima
kasih. Mudah-mudahan laporan ini dapat berguna bagi semua pihak.
Sebukar ,September 2013
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di
dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia
dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan
anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah
memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan
sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT.
Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang
sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam
hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat
terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber
syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur
secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat
dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau
keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan
akhirat.
Hal ini membuat hati
penulis tergugah untuk menyajikan makalah syariat islam ini agar para penulis
khususnya dan para pembaca pada umumnya dalam lebih mendalami tentang syariat
islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah
yang akan penulis sajikan dalam makalah ini adalah :
1.
Pengertian syari’at
2.
Tujuan syari’at
3.
Prinsip-prinsip syari’at
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan
ini adalah untu mengetahui lebih dalam
tentang syariat islam serta dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan
sehari-hari.
1.
Pengertian syari’at
2.
Tujuan syari’at
3.
Prinsip-prinsip syari’at
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang
dapat dirasakan oleh penulis dengan adanya penulisan makalah ini adalah lebih
mengetahui lebih dalam tentang syariat islam
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PENGERTIAN SYARIAT
Syariah adalah
ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam
hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku
hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam
Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat Asy-Syura ayat 13
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Artinya :
“Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah
belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru
mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan
memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran
surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat
Asy-Syura ayat 21
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ
يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ
الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya :
Apakah mereka mempunyai
sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak
diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah
tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu
akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan
sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa
ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT
yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen
dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya
atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan
menghilangkan fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam
sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk
B. TUJUAN SYARIAT ISLAM
Tujuan dari syariah
adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Secara umum ada 5 hal
1.
Hifdzud diin (menjaga agama)
2.
Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
3.
Hifdzul maal (menjaga harta)
4.
Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
5.
Hifdzun nafs (menjaga diri).
C. PRINSIP-PRINSIP SYARIAT ISLAM
1. Tidak
Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran
senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu
diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah)
kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang
dimiliknya. Prinsip ini secara tegas disebutkan dalam a-Quran,
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Al-Baqarah: 286)
2.
Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif
(penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan
dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf
agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar
menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai
kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa
ddasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak
diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri
sendiri.
Allah swt. Berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (١٠١)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian....(QS. al-Maidah: 101)
3.
Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran merupakan kitab suci yang
dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik natural,
spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam menetapkan hukum, al-Quran
selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk
menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan
prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam
al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final,
melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan
syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai
dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, berikut
ini akan kami kemukakan tiga periode tasryi’
al-Quran;
a.
Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak
melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi
memberikan contoh yang sebaliknya.
b.
Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara
global. Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat
yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat
tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada
kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan
menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
c.
Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat
misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam
banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat
hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari
suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan dalam surat Qaf: 39
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (٣٩)
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (٣٩)
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”
Lalu surat al-Mu’min: 55
فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ (٥٥)
“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”
4.
Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam bukan hanya doktrin belaka yang
identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk
menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan
fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
‘Abd al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam
membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio
logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa
buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan
manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan
tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan
sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang sebanding
dengan hukum tersebut.
5.
Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa
al-Adalah)
Persamaan hak di muka adalah salah
satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau
muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi
juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan
ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan
hukum sesuai hukum Islam.
Penyamarataan hak di atas berimplikasi
pada keadilan yang seringakli didengungkan al-Quran dalam menetapkan hukum,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS.
Al-Nisa: 58)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Syariah adalah ketentuan-ketentuan
agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan
kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah
Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai
keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an
B. SARAN
Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca guna
perbaikan dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
- Dasar – dasar agama islam, prof.
Dr. Zakiah haradjat dkk, 1999, jakarta.
- Fiqh islam, h. Sulaiman rasjid, 1976, attahiriyah, bandung.
- Pendidikan agama islam, drs.
Nandang l. Hakim, 1988, ganeca exac, bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar