Minggu, 22 September 2013

MAKALAH SYARIAT ISLAM LENGKAP

                                         MAKALAH  FIQIH
                                                 TENTANG
                                           SYARI’AT ISLAM











 











          OLEH :
1.      SUCI RULINA PUTRI


KELAS X D
MAN SEBUKAR
KABUPATEN KERINCI
2013








KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmad dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah  ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan judul “syari’at islam”.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan baik materi, penganalisaan, dan pembahasan. Semua hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengalaman. Akan tetapi berkat bantuan dari semua pihak yang terkait, laporan ini akhirnya dapat selesai.
 Penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak terutama yang bersifat membangun, guna terciptanya kesempurnaan laporan ini dan selanjutnya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan laporan ini dapat berguna bagi semua pihak.

Sebukar ,September  2013


Penulis












BAB 1
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif (Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan. Semoga dengan bimbingan syariah hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.
Hal ini membuat hati penulis tergugah untuk menyajikan makalah syariat islam ini agar para penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya dalam lebih mendalami tentang syariat islam.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan penulis sajikan dalam makalah ini adalah :
1.      Pengertian syari’at
2.      Tujuan syari’at
3.      Prinsip-prinsip syari’at

C.    TUJUAN PENULISAN
 Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untu mengetahui  lebih dalam tentang syariat islam serta dapat mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.
1.      Pengertian syari’at
2.      Tujuan syari’at
3.      Prinsip-prinsip syari’at

D.    MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang dapat dirasakan oleh penulis dengan adanya penulisan makalah ini adalah lebih mengetahui lebih dalam tentang syariat islam


















BAB II
KAJIAN TEORI
A.    PENGERTIAN SYARIAT
Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :

1. Surat Asy-Syura ayat 13

شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Artinya :
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). “(Quran surat Asy-Syura ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya :
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang pedih. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
Ketentuan-ketentuan sebagaimana dirumuskan dalam syariah, wajib dipatuhi. Orang Islam yakin bahwa ketentuan Allah SWT yang terdapat dalam syariah itu adalah ketentuanm Allah SWT yang bersifat universal, oleh karena itu merupakan hukum bagi setiap komponen dalam satu sistem. Hal ini berarti bahwa setiap ketentuan yang ditinggalkannya atau dilanggar bukan saja akan merusak lingkungannya tetapi juga akan menghilangkan fungsi parameter dalam komponen atau fungsi komponen dalam sisten.
Sebagai contoh, seseorang menyalahi janji, berdusta, zina, mencuri, korupsi, dan lain-lain. Dalam syariah Islam ada istilah rukshoh (keringanan) apabila seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya secara normal, maka ia boleh melaksanakannya dengan cara lain sesuai dengan kekuatan, kemungkinan, dan kondisi, seperti sholat sambil duduk

B.     TUJUAN SYARIAT ISLAM
Tujuan dari syariah adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kehidupan kita. Secara umum ada 5 hal
1.      Hifdzud diin (menjaga agama)
2.      Hifdzul ‘aql (menjaga akal)
3.      Hifdzul maal (menjaga harta)
4.      Hifdzun nasl (menjaga keturunan)
5.      Hifdzun nafs (menjaga diri).
C.    PRINSIP-PRINSIP SYARIAT ISLAM
1.      Tidak Mempersulit (‘Adam al-Haraj)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memperhitungkan kemampuan manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan kesanggupan yang dimiliknya. Prinsip ini secara tegas disebutkan dalam a-Quran,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا ۚ أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".   (QS. Al-Baqarah: 286)
2.      Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
Prinsip kedua ini merupakan langkah prenventif (penanggulangan) terhadap mukallaf dari pengurangan atau penambahan dalam kewajiban agama. Al-Quran tidak memberikan hukum kepada mukallaf agar ia menambahi atau menguranginya, meskipun hal itu mungkin dianggap wajar menurut kacamata sosial. Hal ini guna memperingan dan menjaga nilai-nilai kemaslahatan manusia pada umumnya, agar tercipta suatu pelaksanaan hukum tanpa ddasari parasaan terbebani yang berujung pada kesulitan. Umat manusia tidak diperintahkan untuk mencari-cari sesuatu yang justru akan memperberat diri sendiri.
 Allah swt. Berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ وَإِنْ تَسْأَلُوا عَنْهَا حِينَ يُنَزَّلُ الْقُرْآنُ تُبْدَ لَكُمْ عَفَا اللَّهُ عَنْهَا وَاللَّهُ غَفُورٌ حَلِيمٌ (١٠١)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya akan menyusahkan kalian....(QS. al-Maidah: 101)
3.      Penetapan Hukum secara Periodik
Al-quran merupakan kitab suci yang dalam prosesi tasri’ sangat memperhatikan berbagai aspek, baik natural, spiritual, kultural, maupun sosial uamt. Dalam menetapkan hukum, al-Quran selalu mempertimbangkan, apakah mental spiritual manusia telah siap untuk menerima ketentuan yang akan dibebankan kepadanya?. Hal ini terkait erat dengan prinsip kesua, yakni tidak memberatkan umat. Karena itulah, hukum syariat dalam al-Quran tidak diturunkan secara serta merta dengan format yang final, melainkan secara bertahap, dengan maksud agar umat tidak merasa terkejut dengan syariat yang tiba-tiba. Karenanya, wahyu al-Quran senantiasa turun sesuai dengan kondisi dan realita yang terjadi pada waktu itu.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini  akan kami kemukakan tiga periode tasryi’ al-Quran;
a.      Mendiamkan, yakni ketika al-Quran hendak melarang sesuatu, maka sebelumnya tidak menetapkan hukum apa-apa tapi memberikan contoh yang sebaliknya.
b.       Menyinggung manfat ataupun madlaratnya secara global. Dalam contoh khamr di atas, sebagai langkah kedua, turun ayat yang menerangkan tentang manfaat dan madlarat minum khamr. Dalam ayat tersebut, Allah menunjukkan bahwa efek sampingnya lbih besar daripada kemanfaatannya (QS. Al-Baqarah: 219) yang kemudian segera disusul dengan menyinggung efek khamr bagi pelaksanaan ibadah (al-Nisa: 43)
c.       Menetapkan hukum tegas. Kewajiban shalat misalnya. Tahap pertama terjadi permulaan Islam (di Mekah), di saat umat Islam banyak menuai siksaan dan penindasan dari penduduk Mekah, kewajiban shalat hanya dua raka’at, yaitu pada pagi dan sore. Itu pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, kahawatir terjadi penghinaan yang semakin menjadi-jadi dari suku Qurasy. Sebagaimana disebutkan dalam surat Qaf: 39

فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (٣٩)

“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah (shalatlah) sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya)”

Lalu surat al-Mu’min: 55

فَاصْبِرْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ (٥٥)

“Maka bersabarlah kamu, karena Sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah (shalatlah) seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi”

4.      Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
Islam bukan hanya doktrin belaka yang identik dengan pembebanan, tetapi juga ajaran yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia. Karenanya, segala sesuatu yang ada di mayapada ini merupakan fasilitas yang berguna bagi manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
‘Abd al-Wahab Khalaf berkata, “Dalam membentuk hukum, Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) selalu membuat illat (ratio logis) yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia, juga menunjukkan bebrapa buktu bahwa tujuan legislasi hukum tersebut untuk mewujudkan kemaslahatan manusia. Di samping itu, Syar’I menetapkan hukum-hukum itu sejalan dengan tiadanya illat yang mengiringinya. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan sebagian hukum kemudian merevisinya karena ada kemaslahatan yang sebanding dengan hukum tersebut.
5.      Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Persamaan hak di muka adalah salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang berkaitan dengan ibadah atau muamalah. Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, tatpi juga bagi seluruh agama. Mereka diberi hak untuk memutuskan hukum sesuai dengan ajaran masing-masing, kecuali kalau mereka dengan sukarela meminta keputusan hukum sesuai hukum Islam.
Penyamarataan hak di atas berimplikasi pada keadilan yang seringakli didengungkan al-Quran dalam menetapkan hukum,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Nisa: 58)






BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
 Syariah adalah ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam adalah tata cara pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT yang dirumuskan dalam Al-Qur’an
B.     SARAN
Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca guna perbaikan dimasa yang akan datang.  



















DAFTAR PUSTAKA
- Dasar – dasar agama islam, prof. Dr. Zakiah haradjat dkk, 1999, jakarta.

- Fiqh islam, h. Sulaiman rasjid, 1976, attahiriyah, bandung.

- Pendidikan agama islam, drs. Nandang l. Hakim, 1988, ganeca exac, bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar