LARA
DI SUDUT HATI
Senja sore itu sangat indah. Matahari yang tinggal separuh menampakkan
diri ufuk barat seketika berubah warna menjadi merah jingga. Pelangi yang
membias di cakrawala seakan-akan menambah indahnya simponi alam semesta.
Namun keindahan senja tak mampu membuat hatiku tersentuh, ku sandarkan
tubuhku ke dinding ranjang, seraya ku lambungkan anganku kemasa lima tahun
silam. Masa-masa yang mampu membuatku tertawa dan menangis.
Pertemuan pertama antara aku dan arjuna memang tergolong unik. Ketika itu
aku masih duduk di kelas dua SMA. Bel terakhir pertanda berakhirnya mata
pelajaran yang sedang kami laluipun berbunyi. Para siswa dan siswi pun
berhamburan keluar kelas. Tapi tak disangka-sangka hujanpun mengguyur kota
dengan derasnya. Teman-teman yang lain yang merasa kepalang tanggung langsung
saja menerobos derasnya hujan. Mungkin mereka berpendapat nggak apa-apalah
besokkan hari mintapi aku tetap dengan sabar menunggu hujan yang deras ini
berhenti. Setelah merasa agak reda akupun berinisiatif untuk pulang, mumpung
hujannya sudah agak reda mana tau nanti hujannya akan bertambah deras. Lagi
pula sumatera bagian tengahku juga sudah juga menyanyi keroncongan minta di
isi. Namun karena air banyak yang
tergenang di halaman sekolah aku mengambil inisiatif dengan langsung membuka
sepatuku. Tanpa aku sadari sudah berada di sampingku. Cowok itu berkata “ wah,
kelihatannya aku harus ikutan buka sepatu nich....!!” katanya. Akupun menoleh
dan ternyata ada seorang cowok yang sedang membuka sepatunya. “ Arjuna,
“katanya seraya menjulurkan tangannya. “
Lara “ kataku dengan membalas jabatannya.
Sejak saat itu hubungan cinta diantara kamipun mulai menampakkan gejala,
tak beberapa lama kemudian Arjuna menyatakan cintanya kepada ku. Dan akupun
menerimanya, karena ku tak bisa membohongi perasaan ku sendiri bahwa ku juga
mencintainya.
Saat-saat seperti itulah aku merasakan bahwa hidupku sangat berarti
karena ada Arjuna di sisiku. Namun nasib telah berkata lain, nasib telah
memisahkan kami. Arjuna melanjutkan studinya ke ibu kota Negara tepatnya di
universitas Indonesia di jakarta. Sejak saat itu hubungn kami tak tahu entah
bagaimana statusnya. Namun aku tetap setia menunggunya. Aku sendiri tak dapat
melanjutkan sekolahku karena ekonomi keluargaku tidak memadai, terpaksa aku
bekerja di sebuah restoran di kota
tempat tinggalku sebagai seorang kasir.
Teman-temanku mengatakan aku manusia bodoh yang selalu setia menunggu
seorang lelaki yang entah dimana keberadaannya sekarang. Memang telah ada seorang cowok yang bernama
Adrian yang ingin mengisi hari-hari ku. Tapi entah mengapa aku belum bisa
menemukan orang yang bisa mengantikan kedudukan Arjuna di hatiku. “ cintaku
pada Arjuna tak akan pernah mati” gumamku dalam hati. Tak terasa azan magrib
sudah berkumandang, ternya sudah lumayan lama aku melamunkan masalaluku yang
memilukan sekaligus indah.
Keesokan harinya ketika aku pulang kerja si Gina datang ke rumahku. “ Ra, minggu depan di sekolah kita akan
diadakan reunion untuk BP 07, kita datang yuk ? “ katanya. Aku menganggukkan kepalaku. “ eh Ra,
kata teman-teman si Arjuna datang loch, sekarang dia sudah jadi insinyur.“ kata Gina. Aku merasakan ada rindu yang kian
membuncah di dalam hatiku.
Acara yang ditunggupun akhirnya datang juga. Aku pergi dijemput oleh Gina
naik Escudo merah kesayangannya.
Sesampainya di sekolah SMU ku yang dulu aku dan Gina langsung melepaskan
rindu dengan teman-teman yang lain, karena sudah lima tahun kami tak bersua.
Tiba-tiba Weni temanku langsung menarik tanganku. Tentu saja aku kaget dibuatnya.
Dia menarik tanganku dan membawaku ke hadapan seorang cowok yang sangat aku
rindukan selama ini. “ Lara ?...apa kabarmu sekarang ?” Tanya Arjuna. Aku
merasakan bahwa yang di hadapan ku sekarng bukan arjuna yanga dulu lagi,
sungguh banyak perubahan yang ada pada dirinya. Sekarang dia kelihatan lebih
berwibawa dan dewasa.
“ hei Lara koq melamun, katanya kangen dengan Arjuna ? “ kata weni yang
langsung membuyarkan lamunanku. “ eh...anu ya, baik-baik saja Juna, kamu
sendiri bagaimana ? “ kataku terbata-bata saking gugupnya. “ baik, Ra....kemana
saja kamu beberapa tahun ini seperti hilang tertelan bumi, apakah kau tak tahu
bahwa aku sangat merindukanmu ? “ Tambah Arjuna. “ bukannya kamu yang
menghilang selama ini, nomor hp mu tak dapat ku hubungi kata orang kau juga
telah beberapa kali pindah rumah, tapi kau tak pernah mengabariku.” Tambahku
yang hampir terisak. “ kau jangan membalikkan fakta Ra ..!!, kamu lah yang
ketika ku hubungi nomormu tak pernah aktif.” Tambah Arjuna. “ aku selama lima
tahun ini sudah lima kali ganti kartu, juna” kataku. “ aku juga selama lima
tahun ini sudah lima kali ganti kartu, maafkan aku sudah terjadi kesalah
fahaman di antara kita “ kata arjuna. “ ya...tapi tenang saja aku tetap setia
menunggumu, sampai sekarang aku masih sendiri “ kataku terharu. Arjuna
menunduk, seperti ada kesalahan yang telah dilakukannya kepadaku. “ maafkan aku
Lara, aku tak setia menunggumu, sekarang aku sudah menikah “ katanya dengan
penuh penyesalan. Aku menunduk tanpa terasa bulir-bulir Kristal bening merembes
basahi pipiku, aku merasakan dadaku sesak, penantianku selama ini tak berarti
apa-apa baginya.
Tiba-tiba ada seorang wanita yang
wajahnya sudah tidak asing lagi bagiku, “ Dina, sapaku. “ “ Lara, maafkan aku,
jawab dina lirih. “ah taka pa-apa dina, aku juga sudah dapat pengganti juna
koq” jawabku berbohong. Sebentar lagi aku juga akan segera menikah dengan
calonku itu. Oh ya aku permisi dulu ucapku lirih. Dengan langkah seribu ku
tinggalkan sekolahku, sekolah yang menjadi saksi bisu kenangan kasihku yang tak
sampai. Air mataku semakin deras menetes sederas air hujan malam ini, merembes
membasahi relung hatiku yang kian membiru.
Writed by :
Rafikah Trinalia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar